"The journey of a thousand miles begins with one step" - Lao Tzu
Sebagai pengajar Bahasa Inggris, saya sering dapat komentar, ”Keluarganya pasti pintar Bahasa Inggris ya?”. Banyak yang mengira karena mengajar Bahasa Inggris pasti anggota keluarganya juga jago Bahasa Inggris, pasti keluarganya diajari Bahasa Inggris juga. Ternyata tidak juga.
Tidak mudah mengajar anggota keluarga sendiri. Kadang
sering tidak sabar, pinginnya cepat bisa dan cepat paham. Beberapa kali mengajarkan Bahasa Inggris ke adik-adik,
ujung-ujungnya saya yang malah jadi emosi jiwa.
Hehehe
Beberapa teman pengajar juga sering mengalami hal
yang serupa. Jauh lebih mudah mengajar orang lain dari pada keluarga sendiri.
Memang beda mengajar keluarga sendiri dan mengajar orang lain.
Memang beda mengajar keluarga sendiri dan mengajar orang lain.
Hingga suatu saat....Suami minta diajari Bahasa
Inggris. Sebenarnya Suami bukannya tidak bisa Bahasa Inggris. Cuma saja Beliau
kadang merasa sering canggung untuk berbicara Bahasa Inggris dengan kalimat
yang jumlahnya banyak. Beliau paham saat mendengarkan orang berbicara dalam
Bahasa Inggris, tahu apa yang harus dikatakan. Tapi saat mengatakan sering
merasa kagok, canggung dan kurang nyaman
aja.
Beberapa waktu yang lalu kami kedatangan seorang seorang
tamu dari India, namanya Pratisha. Seorang mahasiswa yang kuliah di India yang
kebetulan mengikuti Program Intership di Indonesia. Kebetuan kami menjadi Host
Family. Beliau menginap di tempat kami selama sebulan lebih. Bahasa Inggrisnya
sangat bagus. Orangnya senang bercerita. Setiap pulang dari kegiatan, Pratisha
menceritakan kejadian yang dia alami selama sehari itu. Suami sangat paham dengan apa yang
disampaikan oleh Pratisha. Tapi ya begitu... Suami lebih sering merespon dengan
jawaban yang super singkat, sesingkat-singkatnya. Saya bisa memahami kecanggungan Suami berbahasa
Inggris.
Ternyata Suami bukanlah satu-satunya yang merasakan
itu. Beberapa orang yang saya kenal sering merasa canggung, gagap, gugup dan
grogi saat dihadapkan pada situasi harus berbahasa Inggris. Mereka paham saat
mendengar orang berbicara dalam Bahasa Inggris, paham pula dengan kalimat
seperti apa harus meresponnya.
Tapi saat meresponnya
itu sesuatu yang berbeda. Apa yang ada di pikiran dan hati tidak semudah
itu meluncur dalam perkataan lewat mulut. Kadang ada perasaan takut salah
pengucapan, takut salah grammar, takut salah kata, takut salah maksud dan lainnya.
Sepertinya semua pelajaran Bahasa Inggris yang dipelajari dari SD, SMP, SMA
sampai kuliah seperti tak berbekas di lidah.
Dan akhirnya malah jadi Inggris Kebatinan... Mbatin
aja.. Hehehe
Bukannya mereka tidak bisa Bahasa Inggris , mungkin tepatnya kurang terbiasa atau kurang akrab dengan
berbahasa Inggris.
Bagi kebanyakan orang Indonesia, Bahasa Inggris
bukanlah menjadi Bahasa Utama atau Main Language, belum pula menjadi bahasa
keseharian. Sebagian orang masih menganggap Inggris menjadi Bahasa Asing,
semacam bahasa alien.
Dari pengamatan saya ada beberapa hal yang cukup
menarik
1. Pembelajaran Bahasa Inggris
Kebanyakan pembelajaran formal Bahasa Inggris di
sekolah adalah mempersiapkan siswa untuk bisa mengerjakan tes atau ujian Bahasa
Inggris. Ini tidak salah karena memang kurikulum yang menghendaki seperti itu.
Tapi memang pendekatan pembelajaran seperti itu tidak mudah untuk siswa lancar berbicara atau Cas Cis Cus dalam Bahasa Inggris. Banyak
siswa yang nilai ujiannya bagus, tapi kemampuan berbicaranya kurang lancar.
Walau pun ada juga siswa-siswa yang nilai ujiannya bagus disertai kemampuan
berbicaranya sangat fasih. Kebanyakan mereka ini melatih kemampuan berbicara baik
secara otodidak atau pun ikut kursus Bahasa Inggris.
Beberapa sekolah menyadari hal ini. Mereka mengadakan program tambahan, seperti Program ekstra kurikuler
Bahasa Inggris, penambahan muatan lokal Bahasa Inggris atau pun bekerjasama
dengan pihak luar mengadakan kelas Bahasa Inggris yang menekankan pada
kemampuan berbicara atau Speaking Skill.
2. Cara Pandang Terhadap Bahasa Inggris
Bagi sebagian orang, Bahasa Inggris masih merupakan
Bahasa Asing.
“Is English your own languange or foreign language?”. Kebanyakan teman-teman saya menjawab “Foreign
Language” alias bahasa asing.
Beberapa waktu yang lalu saya berdiskusi dengan
seorang Pakar NLP tentang pendekatan dalam belajar Bahasa Inggris.
Dari diskusi itu bisa saya simpulkan:
Jika seseorang ingin mempelajari dan menguasai Bahasa Inggris, juga bahasa yang lain, maka
cara pandang terhadap bahasa harus dirubah. Pertama yang harus ditumbuhkan
adalah cara pandangan dan perasaan memiliki terhadap Bahasa Inggris. Baginya
Bahasa Inggris bukanlah bahasa asing, tapi bahasa miliknya. Sama seperti
perasaan memiliki Bahasa Indonesia.
English is not a foregn language. English is my own
language.
Saat seseorang sudah merasakan memiliki Bahasa
Inggris, akan lebih mudah dan nyaman bagi dia untuk berbicara dalam Bahasa
Inggris.
Sama seperti saat berbicara dalam Bahasa Indonesia
yang terasa nyaman dan tidak takut salah. Walau pun kita menyadari kemampuan
Bahasa Indonesia kita tidak terlalu sempurna dan kemampuan berbicara juga tidak
selalu mengikuti pakem EYD, tapi kita tetap nyaman dan asyik-asyik saja saat
berbicara dalam Bahasa Indonesia.
Hal yang sama juga bisa kita lakukan dengan Bahasa
Inggris.
So, sudah siapkan menjadikan ‘English is your
language’?
Lantas dari mana memulai menumbuhkan cara pandangan
dan perasaan memiliki terhadap Bahasa Inggris itu sendiri? Salah satunya dengan
memulai kebiasaan berbahasa Inggris, menjadikan aktifitas berbahasa Inggris
sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
Proses ini memang harus benar-benar diniatkan jika kita ingin menjadikan Bahasa Inggris sebagai kebiasaan. Awalnya mungkin terasa berat, tapi apa salahnya untuk mencoba.
Kembali ke cerita tentang Suami yang minta diajari Bahasa Inggris. Kami pun sepakat untuk memberikan tantangan pada diri kami selama 21 hari. ... Saya dan Suami sepakat selama 21 hari kami melakukan proses pembelajaran Bahasa Inggris.
Iya.. Saya mengajar Bahasa Inggris pada Suami. Ini sesuatu yang sama sekali belum pernah dilakukan sebelumnya. Sepertinya cukup asyik dan seru ya.
Proses ini memang harus benar-benar diniatkan jika kita ingin menjadikan Bahasa Inggris sebagai kebiasaan. Awalnya mungkin terasa berat, tapi apa salahnya untuk mencoba.
Kembali ke cerita tentang Suami yang minta diajari Bahasa Inggris. Kami pun sepakat untuk memberikan tantangan pada diri kami selama 21 hari. ... Saya dan Suami sepakat selama 21 hari kami melakukan proses pembelajaran Bahasa Inggris.
Iya.. Saya mengajar Bahasa Inggris pada Suami. Ini sesuatu yang sama sekali belum pernah dilakukan sebelumnya. Sepertinya cukup asyik dan seru ya.
Teringat kata pepatah “ A journey of thousands miles
begins with a single step”
Mulai dari saat ini, mulai sekarang..
Mulai memantapkan hati
Mulai dengan doa pada Tuhan Pemilik Pengetahuan agar
kita senantiasa diberikan kekuatan dan kemampuan untuk senantiasa belajar dan
bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.
Semoga kita semua dimudahkan dan dilancarkan dalam
proses ini.
Amien
Purwokerto Kamis, 23 April 2020
Very inspiring
BalasHapus